PERAN DAN FUNGSI KEDUDUKAN HUKUM ADAT
DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL
A.
Corak Hukum Adat
Soepomo mengatakan:
Corak atau pola – pola tertentu di dalam hukum adat yang merupakan perwujudkan
dari struktur kejiwaan dan cara berfikir yang tertentu oleh
karena itu unsur-unsur hukum adat adalah:
1.
Mempunyai sifat kebersamaan yang
kuat ; artinya , menusia menurut hukum adat , merupakan makluk dalam ikatan
kemasyarakatan yang erat , rasa kebersamaan mana meliputi sebuah lapangan
hukum adat;
2.
Mempunyai corak magisch –
religius, yang berhubungan dengan pandangan hidup alam Indonesia;
3.
Sistem hukum itu diliputi oleh pikiran
serba kongkrit, artinya hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan
berulang-ulangnya hubungan-hubungan hidup yang kongkret. Sistem hukum adat
mempergunakan hubungan-hubungan yang kongkrit tadi dalam pengatur pergaulan hidup.
4.
Hukum adat mempunyai sifat
visual, artinya- hubungan-hubungan hukum dianggap hanya terjadi oleh karena
ditetapkan dengan suatu ikatan yang dapat dilihat (atau tanda yang tampak).
Moch Koesnoe mengemukakan corak hukum adat :
- Segala bentuk rumusan adat yang berupa kata-kata adalah suatu kiasan saja. Menjadi tugas kalangan yang menjalankan hukum adat untuk banyak mempunyai pengetahuan dan pengalaman agar mengetahui berbagai kemungkinan arti kiasan dimaksud;
- Masyarakat sebagai keseluruhan selalu menjadi pokok perhatiannya. Artinya dalam hukum adat kehidupan manusia selalu dilihat dalam wujud kelompok, sebagai satu kesatuan yang utuh;
- Hukum adat lebih mengutamakan bekerja dengan azas-azas pokok . Artinya dalam lembaga-lembaga hukum adat diisi menurut tuntutan waktu tempat dan keadaan serta segalanya diukur dengan azas pokok, yakni: kerukunan, kepatutan, dan keselarasan dalam hidup bersama;
- Pemberian kepercayaan yang besar dan penuh kepada para petugas hukum adat untuk melaksanakan hukum adat.
Hilman Hadikusuma
mengemukakan corak hukum adat adalah:
- Tradisional; artinya bersifat turun menurun, berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat bersangkutan.
- Keagamaan (Magis-religeius); artinya perilaku hukum atau kaedah-kaedah hukumnya berkaitan dengan kepercayaan terhadap yanag gaib dan atau berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
- Kebersamaan (Komunal), artinya ia lebih mengutamakan kepentingan bersama, sehingga kepentingan pribadi diliputi kepentingan bersama. Ujudnya rumah gadang, tanah pusaka (Minangkabau) . Dudu sanak dudu kadang yang yen mati melu kelangan (Jw).
- Kongkrit/ Visual;artinya jelas, nyata berujud. Visual artinya dapat terlihat, tanpak, terbuka, terang dan tunai. Ijab – kabul, , jual beli serah terima bersamaan (samenval van momentum)
- Terbuka dan Sederhana;
- Dapat berubah dan Menyesuaikan;
- Tidak dikodifikasi;
- Musyawarah dan Mufakat;
Sifat dan corak hukum adat
tersebut timbul dan menyatu dalam kehidupan masyarakatnya, karena hukum hanya
akan efektif dengan kultur dan corak masyaraktnya. Oleh karena itu pola pikir
dan paradigma berfikir adat sering masih mengakar dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari sekalipun ia sudah memasuki kehidupan dan aktifitas yang disebut
modern.
Paradigma pemahaman hukum adat dan perkembangannya harus
diletakkan pada ruang yang besar, dengan mengkaji secara luas:
- Kajian yang tidak lagi melihat sistem hukum suatu negara berupa hukum negara, namun juga hukum adat hukum agama serta hukum kebiasaan;
- Pemahaman hukum (adat) tidak hanya memahami hukum adat yang dalam berada dalam komunitas tradisional- masyarakat pedesaan, tetapi juga hukum yang berlaku dalam lingkungan masyarakat lingkungan tertentu (hybrid law atau unnamed law);
- Memahami gejala trans nasional law sebagaimana hukum yang dibuat oleh organisasi multilateral, maka adanya hubungan interdependensi antara hukum internasional, hukum nasional dan hukum lokal.
Maka studi hukum adat dalam perkembangan mengkaji hukum adat sepanjang
perkembanganya di dalam masyarakat, dilakukan secara kritis obyektif analitis,
artinya hukum adat akan dikaji secara positif dan secara negative. Secara
positif artinya hukum adat dilihat sebagai hukum yang bersumber dari alam
pikiran dan cita-cita masyarakatnya. Secara negatif hukum adat dilihat dari
luar, dari hubungannya dengan hukum lain baik yang menguatkan maupun yang
melemahkan dan interaksi perkembangan politik kenegaraan. Perkembangan hukum
secara positif artinya hukum adat akan dilihat pengakuannya dalam masyarakat
dalam dokrin, perundang-undangan, dalam yurisprudensi maupun dalam kehidupan
masyarakat sehari hari. Sebaliknya perkembangan secara negative bagaimana hukum
adat dikesampingkan dan tergeser atau sama sekali tidak berlaku oleh adanya
hukum positif yang direpresentasikan oleh Negara baik dalam perundang-undangan
maupun dalam putusan pengadilan. Sebagaimana dinyatakan: hukum adat sebenarnya
berpautan dengan suatu masyarakat yang masih hidup dalam taraf subsistem,
hingga kecocokannya untuk kehidupan kota modern mulai dipertanyakan.
Hukum adat dalam tulisan ini dilihat sebagai suatu system. Sistem sesuai
dikemukakan oleh Scholten, disetujui Soepomo, berpendapat: bahwa tiap hukum
merupakan suatu system, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kebulatan
berdasarkan atas kesatuan alam pikiran. Dalam kaitan itu, Sunarjati Hartono,16
merekomendasikan beberapa hal dalam rangka pembentukan dan pengembangan hukum
nasional Indonesia dan harus betul-betul mendapatkan perhatian yaitu hal-hal
sebagai berikut:
- Hukum Nasional harus merupakan lanjutan (inklusif modernisasi) dari hukum adat, dengan pengertian bahwa hukum nasional itu harus berjiwa Pancasila. Maknanya, jiwa dari kelima sila Pancasila harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia di masa sekarang dan sedapat-dapatnya juga di masa yang akan datang;
- Hukum nasional Indonesia bukan hanya akan berkisar pada persoalan pemilihan bagian-bagian antara hukum adat dan hukum barat, melainkan harus terdiri atas kaidah-kaidah ciptaan yang baru sesuai dengan kebutuhan dalam menyelesaikan persoalan yang baru pula;
Pembentukan peraturan hukum nasional hendaknya ditentukan secara fungsional. Maksudnya,
aturan hukum yang baru itu secara substansial harus benar-benar memenuhi
kebutuhan masyarakat. Selanjutnya, hak atau kewajiban yang hendak diciptakan
itu juga sesuai dengan tujuan kita untuk mencapai masyarakat yang adil dalam
kemakmuran serta makmur dalam keadilan
B.
Kedudukan Hukum Adat dalam Perspektif UUD 1945
Konstitusi kita sebelum amandemen tidak secara
tegas menunjukkan kepada kita pengakuan dan pemakaian istilah hukum adat. Namun
bila ditelaah, maka dapat disimpulkan ada sesungguhnya rumusan-rumusan yang ada
di dalamnya mengandung nilai luhur dan jiwa hukum adat. Pembukaan UUD 1945,
yang memuat pandangan hidup Pancasila, hal ini mencerminkan kepribadian bangsa,
yang hidup dalam nilai-nilai, pola pikir dan hukum adat. Pasal 29 ayat (1)
Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Pasal 33 ayat (1) Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan.
Pada tataran praktis bersumberkan pada UUD 1945
negara mengintroduser hak yang disebut Hak Menguasai Negara (HMN), hal ini
diangkat dari Hak Ulayat, Hak Pertuanan, yang secara tradisional diakui dalam
hukum adat.
Ada 4 pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945, yaitu
1.
Persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia, hal ini mencakup juga dalam bidang hukum,
yang disebut hukum nasional.
2.
Negara hendak mewujudkan keadilan sosial. Hal ini berbeda dengan keadilan hukum.
karena azas-azas fungsi sosial manusia dan hak milik dalam mewujudkan hal itu
menjadi penting dan disesusaikan dengan tuntutan dan perkembangan
masyarakat, dengan tetap bersumberkan nilai primernya.
3.
Negara mewujudukan kedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan
dan perwakilan. Pokok pikiran ini sangat fondamental dan penting, adanya
persatuan perasaan antara rakyat dan pemimpinnya, artinya pemimpin harus
senantiasa memahami nilai-nilai dan perasahaan hukum, perasaaan politik dan
menjadikannya sebagai spirit dalam menyelenggarakan kepentingan umum melalui
pengambilan kebijakan publik. Dalam hubungan itu maka ini mutlak diperlukan
karakter manusia pemimpin publik yang memiliki watak berani, bijaksana, adil,
menjunjung kebenaran, berperasaan halus dan berperikemanusiaan.
4. Negara adalah berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, hal ini mengharuskan cita hukum
dan kemasyarakatan harus senantiasa dikaitkan fungsi manusia, masyarakat
memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan negara mengakui
Tuhan sebagai penentu segala hal dan arah negara hanya semata-mata sebagai
sarana membawa manusia dan masyarakatnya sebagai fungsinya harus senantiasa
dengan visi dan niat memperoleh ridho Tuhan yang maha Esa.
Namun setelah amandemen konstitusi, hukum adat
diakui sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (2)
yang menyatakan : Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Dalam memberikan tafsiran terhadap ketentuan
tersebut Jimly Ashiddiqie menyatakan perlu diperhatikan bahwa pengakuan ini
diberikan oleh Negara :
1. Kepada eksistensi suatu masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional
yang dimilikinya;
2.
Eksistensi yang diakui adalah
eksistensi kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat. Artinya : pengakuan diberikan kepada satu persatu dari kesatuan-kesatuan tersebut dan
karenanya masyarakat hukum adat itu haruslah bersifat tertentu;
3.
Masyarakat hukum adat itu memang
hidup (Masih hidup);
4.
Dalam lingkungannya (lebensraum)
yang tertentu pula;
5.
Pengakuan dan penghormatan itu
diberikan tanpa mengabaikan ukuran-ukuran kelayakan bagi kemanusiaan sesuai
dengan tingkat perkembangan keberadaan bangsa. Misalnya tradisi-tradisi
tertentu yang memang tidak layak lagi dipertahankan tidak boleh dibiarkan tidak
mengikuti arus kemajuan peradaban hanya karena alasan sentimentil;
6.
Pengakuan dan penghormatan itu
tidak boleh mengurangi makna Indonesia sebagai suatu negara yang berbentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Ashiddiqie, 2003 : 32-33)
Dengan demikian konsitusi ini, memberikan jaminan pengakuan dan
penghormatan hukum adat bila memenuhi syarat:
·
Syarat Realitas, yaitu hukum adat
masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat;
·
Syarat Idealitas, yaitu sesuai
dengan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia, dan keberlakuan diatur dalam
undang-undang;
Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa “Identitas budaya dan hak
masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan
peradaban”.
Dikuatkan dalam ketentuan UU No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal 6 ayat 1 dan ayat 2 yang berbunyi :
1. Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam
masyarakat hukum dapat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat
dan pemerintah.
2. Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat
dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.
Sebagaimana Penjelasan UU No. 39 Tahun 1999 (TLN No. 3886) Pasal 6 ayat (1)
menyebutkan bahwa hak adat yang secara nyata masih berlaku dan dijunjung tinggi
di dalam lingkungan masyarakat hukum adat harus dihormati dan dilindungi dalam
rangka perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia dalam masyarakat
bersangkutan dengan memperhatikan hukum dan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya
penjelasan Pasal 6 ayat (2) menyatakan dalam rangka penegakan Hak Asasi
Manusia, identitas budaya nasional masyarakat hukum adat yang masih secara
nyata dipegang teguh oleh masyarakat hukum adat setempat, tetap dihormati dan
dilindungi sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas Negara Hukum yang
berintikan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam ketentuan tersebut,
bahwa hak adat termasuk hak atas tanah adat dalam artian harus dihormati dan
dilindungi sesuai dengan perkembangan zaman, dan ditegaskan bahwa pengakuan itu
dilakukan terhadap hak adat yang secara nyata dipegang teguh oleh masyarakat
hukum adat setempat.
C.
Kedudukan Hukum Adat dalam
Perundang-undangan
Perundang-undangan sesuai dengan UU No. 10 Tahun
2004, maka tata urutan peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
1. Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang/ Perpu
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah;
Hal ini tidak memberikan tempat secara formil hukum
adat sebagai sumber hukum perundang-undangan, kecuali hukum adat dalam wujud
sebagai hukum adat yang secara formal diakui dalam perundang-undangan,
kebiasaan, putusan hakim atau atau pendapat para sarjana.
Dalam kesimpulan seminar Hukum Adat dan Pembinaan
Hukum Nasional di Yogyakarta tahun 1975 telah dijelaskan secara rinci
dimana sebenarnya kedudukan hukum adat dalam tata hukum nasional di Indonesia.
Dalam seminar tersebut dijelaskan mengenai pengertian hukum adat, kedudukan dan
peran hukum adat dalam sistem hukum nasional, kedudukan hukum adat dalam
perundang-undangan, hukum adat dalam putusan hakim, dan mengenai pengajaran dan
penelitian hukum adat di Indonesia. Hasil seminar diatas diharapkan dapat
menjadi acuan dalam pengembangan hukum adat selanjutnya mengingat kedudukan
hukum adat dalam tata hukum nasional di Indonesia sangat penting dan mempunyai
peranan baik dalam sistem hukum nasional di Indonesia, dalam
perundang-undangan, maupun dalam putusan hakim
D.
Hukum Adat sebagai pelestarian
nilai-nilai adat istiadat.
Hukum adat adalah aturan tidak tertulis yang hidup di dalam masyarakat adat
suatu daerah dan akan tetap hidup selama masyarakatnya masih memenuhi hukum
adat yang telah diwariskan kepada mereka dari para nenek moyang sebelum mereka.
Oleh karena itu, keberadaan hukum adat dan kedudukannya dalam tata hukum
nasional tidak dapat dipungkiri walaupun hukum adat tidak tertulis dan
berdasarkan asas legalitas adalah hukum yang tidak sah. Hukum adat akan selalu
ada dan hidup di dalam masyarakat
Hukum Adat adalah hukum yang benar-benar hidup dalam kesadaran hati nurani
warga masyarakat yang tercermin dalam pola-pola tindakan mereka sesuai dengan
adat-istiadatnya dan pola sosial budayanya yang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional. Era sekarang memang dapat disebut sebagai era kebangkitan
masyarakat adat yang ditandai dengan lahirnya berbagai kebijaksanaan maupun
keputusan Pengadilan. Namun yang tak kalah penting adalah perlu pengkajian dan
pengembangan lebih jauh dengan implikasinya dalam penyusunan hukum nasional dan
upaya penegakan hukum yang berlaku di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar