Selasa, 15 September 2015

KEDUDUKAN BASMALAH DALAM AL-QUR'AN



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Salah satu dari sekian banyak kebaikan dalam ajaran Islam adalah bahwa seseorang harus mengawali setiap kegiatannya atas nama Allah. Mengingat Allah sebelum memulai suatu pekerjaan merupakan bagian pengakuan awal bahwa segalanya adalah ciptaan Allah dan bahwa aktivitas apapun yang akan dikerjakan telah diridhai oleh-Nya sehingga hal ini akan membangun derajat  kesadaran dan rasa syukur pada Sang Pencipta.
Jika basmalah secara sadar diterapkan, ia dapat mencegah perilaku yang salah sehingga hal ini dapat dihindari, dan menyakinkan seseorang bahwa niat dan orientasi mental dirinya adalah baik. Sebagai tambahan, ketika seseorang membaca basmalah, ia menyebut nama Allah,dan karenanya atas kemuliaan, kesempurnaan, keagungan dan rahmat Allah, perbuatan yang ia kerjakan akan memperolah berkah serta terlindung dari gangguan setan.
A.    TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqh yang dibimbing oleh dosen Bakhtiar Shaleh, serta untuk memahami kedudukan “basmalah” didalam Al-Qur’an.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    KEDUDUKAN BASMALAH DALAM AL-QUR’AN
Terdapat perbedaan pendapat ulama tentang keberadaan “basmalah“ dalam al-Qur’an. Para ulama tafsir, fiqh, dan khususnya ulama ushul fiqh sepakat menyatakan bahwa basmalah adalah salah satu ayat yang terdapat dalam surat an-Naml ayat 30. Dalam hal ini, sumber khabarnya bersifat mutawatir dan tidak terdapat perbedaan pendapat.
Namun para ulama berbeda pendapat mengenai “basmalah” yang terdapat di luar surat an-Naml, yaitu pada setiap pembukaan surat dalam al-Qur’an, selain surat al-Taubah.
Tentang kedudukan Basmallah sebagai bagian dari AL-Qur’an ada tiga pendapat ulama yaitu :
1.      Basmalah bukan bagian dari Al-Qur’an kecuali ayat ke-30 pada surah An-Naml.
2.      Basmalah adalah ayat dari setiap surah atau sebagian surah.
3.      Basmalah adalah bagian dari Al-Qur’an, namun dia bukan termasuk bagian surah
Namun Para ulama menyepakati hal-hal di berikut ini:
·         Basmalah adalah sebuah ayat al-Quran
·         Ia merupakan bagian dari sebuah ayat dari Surat an-Naml ayat 30

¼çm¯RÎ) `ÏB z`»yJøn=ß ¼çm¯RÎ)ur ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»yJôm§9$# ÉOŠÏm§9$# ÇÌÉÈ  
Artinya : "Sesungguhnya surat itu dari Nabi Sulaiman, dan kandungannya (seperti berikut): `Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang,”
·         Ia tidak dibaca dalam surat at-Taubah
·         Ia merupakan bagian dari Surat al-Fatihah menurut seluruh tujuh Imam Qiraat (yaitu Imams ‘Asim, Kisa’i, Nafi’, Abu ‘Amru, Ibn ‘Amir, Ibn Kathir and Hamzah) dan berdasarkan mazhab of Shafi’i, Zaydi, Zahiri, ‘Ibadi and Ja’fari. Sementara mazhab Hanafi, Maliki and Hanbali memiliki pendapat yang berbeda.

B.     PENDAPAT PARA IMAM MASHAB
Dalam hal kedudukan basmalah dalam Al-Qur’an masing-masing dari imam mashab mempunyai pendapat yang berbeda, yaitu sebagai berikut :
  1. Imam Hanafi
berpendapat bahwa basmalah itu suatu ayat tersendiri, bukan bagian ayat dari surat al-Fatihah dan juga surat-­surat yang lainnya, kecuali basmalah pada surat an-Naml. Menurut mereka basmalah diturunkan Allah untuk menjadi pemisah antara satu surat dengan surat sesudahnya.
Mereka berdalil dengan hadis Abu Daud dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah saw tidak mengenal pemisahan surat sampai diturunkan kepadanya: Bismillahir-Rahmanir-Rahim. Menurut pendapat ini “basmalah” ditulis dalam mushaf menunjukkan bukti bahwa ia adalah ayat al-Qur’an tetapi bukan bahagian dari surat al-Fatihah.
Sungguhpun demikian basmalah dapat dibaca dalam salat tetapi tidak nyaring.
  1. Imam Maliki
Imam Malik berpendapat bahwa "Basmalah" itu adalah suatu ayat yang tersendiri, diturunkan Allah untuk jadi kepala masing-masing surah, dan pembatas antara surah dengan surah yang lain. Jadi dia bukanlah satu ayat dari Al-Fatihah atau dari sesuatu surah yang lain, yang dimulai dengan Basmalah itu. Alasannya bahwa umat Islam di Madinah tidak membca basmalah pada setiap surat dalam shalat yang mereka lakukan.
            Praktik yang demikian itu sudah berlaku semenjak masa Nabi sampai masa Imam Malik, padahal dalil untuk membaca al-Fatihah dalam shalat adalah pasti. Kebiasaan penduduk Madinah yang tidak membaca basmalah dalam shalat itu diperkuat dengna hadits Nabi yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Anas ibn Malik yang mengatakan;”Saya shalat di belakang Nabi, juga di belakang Abu Bakar,’Umar dan ‘Utsman; mereka memulai bacaan al-hamdulillah dalam shalat dengan “Alhamdulillahhirobbil’alamin”.


  1. Imam Syafi’i
Imam Syafi’i berpendapat bahwa basmalah itu merupakan satu ayat dari surat al-Qur’an yang diawali oleh basmalah. Alasannya adalah:
a.              Hadits riwayat Abdul Hamid dari Ja’far dari Nuhibn Abi Jalal dari Said al-Maqbari dari Abu Hurairah dari Nabi Muhammad Saw. yang mengatakan bahwa “Alhamdulillah” atau surat al-Fatihah terdiri dari 7 ayat, satu di antaranya adalah basmalah.
b.             Hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam kitab shahihnya dari Umi Salamah bahwa Rasulullah membaca basmalah pada awal surat al-Fatihah dan surat-surat lainnya.
  1. Imam Hambali
Berpendapat bahwa “Basmalah” hanya merupakan bagian dari surah Al-Fatihah, tetapi bukan bagian dari surah-surah yang lain.

Pendapat-pendapat di atas yang ternyata masing-masingnya mempunyai alasan-alasan keagamaan dan masing-masing berusaha mengikuti tatacara yang dicontohkan Nabi saw yang diriwayatkan para sahabat beliau.
Pengasuh Rubrik Fatwa Agama apabila disuruh memilih, kami cenderung untuk mengkompromikan antara hadis-hadis yang menjadi pegangan mereka itu, terutama hadis-hadis yang menjadi pegangan imam asy-Syafi’i yaitu hadis Abu Hurairah dengan hadis sahabat Anas ra, yang menjadi rujukan pokok pendapat imam Malik. Sahabat Anas tidak mendengar bahwa Nabi saw membaca “basmalah” dalam salat, itu tidak berarti bahwa Nabi saw tidak membaca “basmalah”, Boleh jadi Nabi saw membacanya tetapi tidak nyaring. Mengenai hadis Muslim dari ‘Aisyah yang saudara sebutkan itu menunjukkan bahwa ‘Aisyah menyebut satu ayat saja (alhamdu-lillahi-rabbil-alamin) untuk memendekkan pembicaraan. Andaikata ‘Aisyah menyebut permulaan surat “bismillahir-rahmanir-rahim” tentu tidak jelas surat mana yang dimaksudkan, karena semua surat kecuali surat at-­Taubah (Baraah) dimulai dengan basmalah.

C.    HUKUM MEMBACA BASMALAH
Sekarang bagaimanakah hukum dalam membaca surat al-Fatihah? Berikut ulasan ringkasnya. Ada beberapa perbedaan pendapat bagi para ulama’ Fiqh.
  1. Hukum membaca Basmalah dalam Shalat
Dalam hal Fuqahah’ berbeda pendapat. Timbulnya perbedaan pandangan ini disebabkan adanya perbedaan dalam menentukan status basmalah. Apakah termasuk bagian dari al-Fatihah dan setiap surat atau tidak. Masalah ini telah dijelaskan dari pembahasan diatas. Beberapa pendapat antara lain:
a.       Imam Malik
Melarang membacanya dalam shalat Fardhu, baik secara keras maupun perlahan. Demikian juga baik dipermulaan al-Fatihah maupun surat-surat lain. Tetapi beliau memperkenankan untuk membacanya ketika dalam shalat sunnah.
Dari ‘Aisyah r.a. berkata, artinya, “ Biasanya Rasulullah Saw. memulai shalat dengan takbir dan bacaannya dengan alhamdulillahirabbil’alamin.”
b.      Imam Hanafi
Berpendapat bahwa bagi orang yang sedang shalat, hendaknya membacanya secara perlahan (sirr) untuk setiap rakaatnya. Dan jika dibaca untuk setiap surat maka ini termasuk perbuatan yang baik.
c.       Imam Syafi’i
Menyatakan wajib membacanya bagi orang yang shalat.
Sedangkan dari Anas r.a., bahwa ia pernah ditanya tentang bacaan Nabi Saw., lalu ia menjawab : “ Bacaannya panjang…kemudian ia membaca bismillahirrahmanirrahim; alhamdu lillahi rabbil ‘alamin …”
d.      Imam Hambali
Berpendapat bahwa basmalah harus dibaca perlahan (sirr) dan tidak disunahkan keras (jahr).

  1. Hukum membaca Basmalah di luar Shalat
Dalam ucapan bismillahirrahmanirrahim terkandung makna dan faedah/fadhilah yang begitu besar. Maka dengan kebesaran fadhilahnya Rasulullah Saw. menganjurkan untuk selalu membacanya pada setiap perkataan dan perbuatan. Karenanya Nabi Saw. bersabda, yang artinya: “Setiap perbuatan yang tidak dimulai dengan (membaca) Bismillahirrahmanirrahim adalah terputus (dari barakah).”
Lihatlah bagaimana dinamisnya dalil dan kesimpulan hukum Islam, penuh dengan pernik perbedaan namun tidak melahirkan perpecahan di kalangan ulama yang paham. Perpecahan dan saling menyalahkan hanya terjadi di level paling bawah, di kalangan yang paling tidak mengerti syariah, terbatas di komunitas yang baru mengenal Islam pada kulit terluarnya saja.
Semangat untuk mempelajari Islam yang harus kita bangun bukanlah semangat untuk saling berdebat dan saling menjelekkan sesama muslim.

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Pendapat-pendapat di atas yang ternyata masing-masingnya mempunyai alasan-alasan keagamaan dan masing-masing berusaha mengikuti tatacara yang dicontohkan Nabi saw yang diriwayatkan para sahabat beliau.
Oleh karena itu masalah ini tidaklah mengenai pokok akidah, tidaklah kita salah jika kita cenderung kepada salah satu pendapat itu, mana yang lebih dekat kepada penerimaan ilmu kita sesudah turut menyelidiki.

B.     SARAN
Dari penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dari segi penulisan maupun isi dari makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.

2 komentar:

  1. Semoga Allah permudahkan halaman blogspot seperti ini dan yang peduli dengan keilmuan didalamnya.
    Khusus penulis, Barakallah. Karya anda bermanfaat ❤

    BalasHapus