BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Salah satu
dari sekian banyak kebaikan dalam ajaran Islam adalah bahwa seseorang harus
mengawali setiap kegiatannya atas nama Allah. Mengingat Allah sebelum memulai
suatu pekerjaan merupakan bagian pengakuan awal bahwa segalanya adalah ciptaan
Allah dan bahwa aktivitas apapun yang akan dikerjakan telah diridhai oleh-Nya
sehingga hal ini akan membangun derajat kesadaran dan rasa syukur pada
Sang Pencipta.
Jika basmalah secara sadar diterapkan, ia dapat
mencegah perilaku yang salah sehingga hal ini dapat dihindari, dan menyakinkan
seseorang bahwa niat dan orientasi mental dirinya adalah baik. Sebagai
tambahan, ketika seseorang membaca basmalah, ia menyebut nama Allah,dan
karenanya atas kemuliaan, kesempurnaan, keagungan dan rahmat Allah, perbuatan
yang ia kerjakan akan memperolah berkah serta terlindung dari gangguan setan.
A.
TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqh yang dibimbing oleh dosen Bakhtiar
Shaleh, serta untuk memahami kedudukan “basmalah” didalam Al-Qur’an.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
KEDUDUKAN
BASMALAH DALAM AL-QUR’AN
Terdapat perbedaan pendapat ulama
tentang keberadaan “basmalah“ dalam al-Qur’an. Para ulama tafsir, fiqh, dan
khususnya ulama ushul fiqh sepakat menyatakan bahwa basmalah adalah salah satu
ayat yang terdapat dalam surat an-Naml ayat 30. Dalam hal ini, sumber khabarnya
bersifat mutawatir dan tidak terdapat perbedaan pendapat.
Namun para ulama berbeda pendapat
mengenai “basmalah” yang terdapat di luar surat an-Naml, yaitu pada setiap
pembukaan surat dalam al-Qur’an, selain surat al-Taubah.
Tentang kedudukan Basmallah sebagai bagian dari AL-Qur’an
ada tiga pendapat ulama yaitu :
1. Basmalah bukan bagian dari Al-Qur’an kecuali ayat ke-30 pada surah
An-Naml.
2. Basmalah adalah ayat dari setiap surah atau sebagian surah.
3.
Basmalah adalah
bagian dari Al-Qur’an, namun dia bukan termasuk bagian surah
Namun Para
ulama menyepakati hal-hal di berikut ini:
·
Basmalah adalah sebuah ayat al-Quran
·
Ia merupakan bagian dari sebuah ayat dari Surat
an-Naml ayat 30
¼çm¯RÎ)
`ÏB
z`»yJøn=ß
¼çm¯RÎ)ur
ÉOó¡Î0
«!$#
Ç`»yJôm§9$#
ÉOÏm§9$#
ÇÌÉÈ
Artinya : "Sesungguhnya surat itu dari Nabi Sulaiman, dan kandungannya (seperti
berikut): `Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang,”
·
Ia tidak dibaca dalam surat at-Taubah
·
Ia merupakan bagian dari Surat al-Fatihah menurut
seluruh tujuh Imam Qiraat (yaitu Imams ‘Asim, Kisa’i, Nafi’, Abu ‘Amru, Ibn
‘Amir, Ibn Kathir and Hamzah) dan berdasarkan mazhab of Shafi’i, Zaydi, Zahiri,
‘Ibadi and Ja’fari. Sementara mazhab Hanafi, Maliki and Hanbali memiliki
pendapat yang berbeda.
B.
PENDAPAT
PARA IMAM MASHAB
Dalam hal kedudukan basmalah dalam Al-Qur’an masing-masing dari imam mashab
mempunyai pendapat yang berbeda, yaitu sebagai berikut :
- Imam Hanafi
berpendapat bahwa basmalah itu suatu ayat tersendiri, bukan bagian ayat
dari surat al-Fatihah dan juga surat-surat yang lainnya, kecuali basmalah pada
surat an-Naml. Menurut mereka basmalah diturunkan Allah untuk menjadi pemisah
antara satu surat dengan surat sesudahnya.
Mereka berdalil dengan hadis Abu Daud dengan sanad yang sahih dari Ibnu
Abbas, bahwa Rasulullah saw tidak mengenal pemisahan surat sampai diturunkan
kepadanya: Bismillahir-Rahmanir-Rahim. Menurut pendapat ini “basmalah”
ditulis dalam mushaf menunjukkan bukti bahwa ia adalah ayat al-Qur’an tetapi
bukan bahagian dari surat al-Fatihah.
Sungguhpun
demikian basmalah dapat dibaca dalam salat tetapi tidak nyaring.
- Imam Maliki
Imam Malik berpendapat bahwa "Basmalah"
itu adalah suatu ayat yang tersendiri, diturunkan Allah untuk jadi kepala
masing-masing surah, dan pembatas antara surah dengan surah yang lain. Jadi dia
bukanlah satu ayat dari Al-Fatihah atau dari sesuatu surah yang lain, yang
dimulai dengan Basmalah itu. Alasannya bahwa umat Islam di
Madinah tidak membca basmalah pada setiap surat dalam shalat yang mereka
lakukan.
Praktik yang demikian itu sudah berlaku semenjak masa Nabi sampai masa Imam
Malik, padahal dalil untuk membaca al-Fatihah dalam shalat adalah pasti.
Kebiasaan penduduk Madinah yang tidak membaca basmalah dalam shalat itu diperkuat
dengna hadits Nabi yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Anas ibn Malik
yang mengatakan;”Saya shalat di belakang Nabi, juga di belakang Abu Bakar,’Umar
dan ‘Utsman; mereka memulai bacaan al-hamdulillah dalam shalat dengan “Alhamdulillahhirobbil’alamin”.
- Imam Syafi’i
Imam Syafi’i berpendapat bahwa
basmalah itu merupakan satu ayat dari surat al-Qur’an yang diawali oleh
basmalah. Alasannya adalah:
a.
Hadits riwayat Abdul Hamid dari
Ja’far dari Nuhibn Abi Jalal dari Said al-Maqbari dari Abu Hurairah dari Nabi
Muhammad Saw. yang mengatakan bahwa “Alhamdulillah” atau surat al-Fatihah
terdiri dari 7 ayat, satu di antaranya adalah basmalah.
b.
Hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu
Khuzaimah dalam kitab shahihnya dari Umi Salamah bahwa Rasulullah membaca
basmalah pada awal surat al-Fatihah dan surat-surat lainnya.
- Imam Hambali
Berpendapat bahwa “Basmalah” hanya merupakan bagian dari surah Al-Fatihah,
tetapi bukan bagian dari surah-surah yang lain.
Pendapat-pendapat di atas yang ternyata masing-masingnya mempunyai
alasan-alasan keagamaan dan masing-masing berusaha mengikuti tatacara yang
dicontohkan Nabi saw yang diriwayatkan para sahabat beliau.
Pengasuh Rubrik Fatwa Agama apabila disuruh memilih, kami cenderung untuk
mengkompromikan antara hadis-hadis yang menjadi pegangan mereka itu, terutama
hadis-hadis yang menjadi pegangan imam asy-Syafi’i yaitu hadis Abu Hurairah
dengan hadis sahabat Anas ra, yang menjadi rujukan pokok pendapat imam Malik.
Sahabat Anas tidak mendengar bahwa Nabi saw membaca “basmalah” dalam salat, itu
tidak berarti bahwa Nabi saw tidak membaca “basmalah”, Boleh jadi Nabi saw
membacanya tetapi tidak nyaring. Mengenai hadis Muslim dari ‘Aisyah yang
saudara sebutkan itu menunjukkan bahwa ‘Aisyah menyebut satu ayat saja (alhamdu-lillahi-rabbil-alamin)
untuk memendekkan pembicaraan. Andaikata ‘Aisyah menyebut permulaan surat
“bismillahir-rahmanir-rahim” tentu tidak jelas surat mana yang dimaksudkan,
karena semua surat kecuali surat at-Taubah (Baraah) dimulai dengan basmalah.
C.
HUKUM
MEMBACA BASMALAH
Sekarang
bagaimanakah hukum dalam membaca surat al-Fatihah? Berikut ulasan ringkasnya.
Ada beberapa perbedaan pendapat bagi para ulama’ Fiqh.
- Hukum membaca Basmalah dalam Shalat
Dalam hal Fuqahah’ berbeda pendapat. Timbulnya perbedaan pandangan ini disebabkan
adanya perbedaan dalam menentukan status basmalah. Apakah termasuk bagian dari
al-Fatihah dan setiap surat atau tidak. Masalah ini telah dijelaskan dari
pembahasan diatas. Beberapa pendapat antara lain:
a.
Imam Malik
Melarang membacanya dalam shalat Fardhu, baik secara keras maupun perlahan.
Demikian juga baik dipermulaan al-Fatihah maupun surat-surat lain. Tetapi
beliau memperkenankan untuk membacanya ketika dalam shalat sunnah.
Dari ‘Aisyah r.a. berkata, artinya, “ Biasanya Rasulullah Saw. memulai shalat
dengan takbir dan bacaannya dengan alhamdulillahirabbil’alamin.”
b.
Imam Hanafi
Berpendapat bahwa bagi orang yang sedang shalat, hendaknya membacanya
secara perlahan (sirr) untuk setiap rakaatnya. Dan jika dibaca untuk setiap
surat maka ini termasuk perbuatan yang baik.
c.
Imam Syafi’i
Menyatakan wajib membacanya bagi orang yang shalat.
Sedangkan dari Anas r.a., bahwa ia pernah ditanya tentang bacaan Nabi Saw., lalu ia menjawab : “ Bacaannya panjang…kemudian ia membaca bismillahirrahmanirrahim; alhamdu lillahi rabbil ‘alamin …”
Sedangkan dari Anas r.a., bahwa ia pernah ditanya tentang bacaan Nabi Saw., lalu ia menjawab : “ Bacaannya panjang…kemudian ia membaca bismillahirrahmanirrahim; alhamdu lillahi rabbil ‘alamin …”
d.
Imam Hambali
Berpendapat bahwa basmalah harus dibaca perlahan (sirr) dan tidak
disunahkan keras (jahr).
- Hukum membaca Basmalah di luar Shalat
Dalam ucapan bismillahirrahmanirrahim terkandung makna dan faedah/fadhilah
yang begitu besar. Maka dengan kebesaran fadhilahnya Rasulullah Saw.
menganjurkan untuk selalu membacanya pada setiap perkataan dan perbuatan.
Karenanya Nabi Saw. bersabda, yang artinya: “Setiap perbuatan yang tidak
dimulai dengan (membaca) Bismillahirrahmanirrahim adalah terputus (dari
barakah).”
Lihatlah
bagaimana dinamisnya dalil dan kesimpulan hukum Islam, penuh dengan pernik
perbedaan namun tidak melahirkan perpecahan di kalangan ulama yang paham.
Perpecahan dan saling menyalahkan hanya terjadi di level paling bawah, di
kalangan yang paling tidak mengerti syariah, terbatas di komunitas yang baru
mengenal Islam pada kulit terluarnya saja.
Semangat untuk mempelajari Islam yang harus kita bangun bukanlah semangat
untuk saling berdebat dan saling menjelekkan sesama muslim.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pendapat-pendapat di atas yang ternyata masing-masingnya mempunyai
alasan-alasan keagamaan dan masing-masing berusaha mengikuti tatacara yang
dicontohkan Nabi saw yang diriwayatkan para sahabat beliau.
Oleh karena itu masalah ini tidaklah mengenai pokok
akidah, tidaklah kita salah jika kita cenderung kepada salah satu pendapat itu,
mana yang lebih dekat kepada penerimaan ilmu kita sesudah turut menyelidiki.
B.
SARAN
Dari penulisan makalah ini penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dari segi penulisan maupun isi
dari makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
widih manfaat
BalasHapusSemoga Allah permudahkan halaman blogspot seperti ini dan yang peduli dengan keilmuan didalamnya.
BalasHapusKhusus penulis, Barakallah. Karya anda bermanfaat ❤