BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Istilah filsafat dan agama
mengandung pengertian yang dipahami secara berlawanan oleh banyak orang.
Filsafat dalam cara kerjanya bertolak dari akal, sedangkan agama bertolak dari
wahyu. Oleh sebab itu, banyak kaitan dengan berfikir sementara agama banyak
terkait dengan pengalaman. Filsafat mebahas sesuatu dalam rangka melihat
kebenaran yang diukur, apakah sesuatu itu logis atau bukan. Agama tidak selalu
mengukur kebenaran dari segi logisnya karena agama kadang-kadang tidak terlalu
memperhatikan aspek logisnya.
Filsafat Islam pada dasarnya
bertujuan untuk mempertemukan antara agama dengan filsafat. Permasalahan yang
kemudian timbul adalah bagaimana mempertemukan agama sebagai wahyu Tuhan dengan
filsafat sebagai hasil ciptaan dan pikiran manusia. Permasalahan ini muncul
ketika kebenaran agama harus dipertemukan dengan kebenaran filsafat yang
berlandaskan pemikiran dan logika manusia.
Alternatif jawaban atas pertanyaan
tersebut tidak lebih dari tiga kemungkinan. Pertama, berpegang teguh
kepada agama dan menolak filsafat. Ini adalah pendapat orang beragama yang
tidak berfilsafat. Kedua, sebaliknya, berpegang teguh kepada filsafat
dan menolak agama, dan ini adalah pendapat orang yang berfilsafat dengan tidak
mengindahkan kaidah-kaidah agama. Ketiga, mengupayakan pemaduan antara
filsafat dengan agama menurut cara tertentu, dan cara inilah yang ditempuh oleh
para filosof muslim ataupun para filosof yang memperhatikan kaidah-kaidah agama,
mereka berpegang teguh pada filsafat dengan tanpa mengurangi keteguhan mereka
dalam memegang Islam serta meletakkan filsafat pada posisi yang sejajar dengan
Islam.
Berikut akan dijelaska
B. TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Filsafat yang dibimbing oleh
dosen Bustanur, M.Us, serta untuk mengetahui dan memahami hubungan filsafat
dengan agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HUBUNGAN
FILSAFAT DAN AGAMA
Filsafat dan agama baru dapat
dirasakan faedahnya dalam kehidupan manusia apabila merefelesikanya dalam diri
manusia. Menurut Prof.Nasioen,SH mengatakan bahwa “Filsafat yang sejati
haruslah berdasarkan kepada agama, apabila filsafat tidak beradasarkan agama,
dan hanya semata-mata berdasarkan atas akal pikiran saja, maka filsafat
tersebut tidak akan memuat kebenaran objektif.
Karena yang memberikan pandangan dan putusan adalah akal pikiran”.
Filsafat dan agama mempunya hubungan
yang terkait dan reflesif dengan manusia artinya keduanya tidak ada alat
penggerak dan tenaga utama di dalam diri manusia, yang dikatakan alat dan
penggerak tenaga utama pada diri manusia adalah akal, pikiran, rasa, dan
kenyakinan. Dengan alat ini manusia akan mencapai kebahagiaan bagi dirinya.
Agama dapat menjadi petunjuk, pegangan serta pedoman hidup bagi manusia dalam
menempuh hidupnya dengan harapan penuh keamanan, kedamaian, dan kesejahteraan.
Manakala manusia menghadapi masalah yang rumit dan berat, maka timbullah
kesadaranyna, bahwa manusia merupakan makhluk yang tidak berdaya untuk
mengatasinya dan timbulnya kepercayaan dan keyakinan bahwa yang dapat menolong
dan menangkan hidupnya adalah Tuhan Sang Pencipta.
Dari uraian di atas dapat diketahui
bahwa filsafat dan agama adalah dua pokok persoalan yang berbeda, namun
memiliki hubungan. Agama banyak berbicara tentang hubungan antara manusia
dengan Yang Maha Kuasa, sedangkan filsafat seperti yang dikemukakan di atas
bertujuan menemukan kebenaran. Jika kebenaran yang sebenarnya itu mem-punyai
ciri sistematis, jadilah ia kebenaran filsafat.
Jika agama membincangkan tentang
eksistensi-eksistensi di alam dan tujuan akhir perjalanan segala makhluk,
lantas bagaimana mungkin agama bertentangan dengan filsafat. Bahkan agama dapat
menyodorkan asumsi-asumsi penting sebagai subyek penelitian dan pengkajian
filsafat. Pertimbangan-pertimbangan filsafat berkaitan dengan
keyakinan-keyakinan dan tradisi-tradisi agama hanya akan sesuai dan sejalan
apabila seorang penganut agama senantiasa menuntut dirinya untuk berusaha
memahami dan menghayati secara rasional seluruh ajaran, doktrin, keimanan dan kepercayaan
agamanya.
Dengan demikian, filsafat tidak lagi
dipandang sebagai musuh agama dan salah satu faktor perusak keimanan, bahkan
sebagai alat dan perantara yang bermanfaat untuk meluaskan pengetahuan dan
makrifat tentang makna terdalam dan rahasia-rahasia doktrin suci agama, dengan
ini niscaya menambah kualitas pengahayatan dan apresiasi kita terhadap
kebenaran ajaran agama.
Isi filsafat itu ditentukan oleh
objek apa yang dipikir-kan. Karena filsafat mempunyai pengertian yang berbeda
sesuai dengan pandangan orang yang meninjaunya, akan besar kemungkinan objek
dan lapangan pembicaraan fil-safat itu akan berbeda pula. Objek yang dipikirkan
filosof adalah segala yang ada dan yang mungkin ada, baik ada dalam kenyataan,
maupun yang ada dalam fikiran dan bisa pula yang ada itu dalam kemungkinan.[1] Sehingga dalam hal ini hubungan filsafat dengan agama adalah agama sebagai
objek kajian filsafat.
Agama adalah salah satu materi yang
menjadi sasaran pembahasan filsafat. Dengan demikian, agama menjadi objek
materia filsafat. Ilmu pengeta-huan juga mempunyai objek materia yaitu materi
yang empiris, tetapi objek materia filsafat adalah bagian yang abstraknya.
Dalam agama terdapat dua aspek yang berbeda yaitu aspek pisik dan aspek
metefisik. Aspek metafisik adalah hal-hal yang berkaitan dengan yang gaib,
seperti Tuhan, sifat-sifat-Nya, dan hubungan manusia dengan-Nya, sedangkan
aspek pisik adalah manusia sebagai pribadi, maupun sebagai anggota masyarakat.
Kedua aspek ini (pisik dan
metafisik) menjadi objek materia filsafat. Namun demikian objek filsafat agama
banyak ditujukan kepada aspek metafisik daripada aspek fisik. Aspek fisik itu
sebenarnya sudah menjadi pembahasan ilmu seperti ilmu sosiologi, psikologi,
ilmu biologi dan sebagainya. Ilmu dalam hal ini sudah memi-sahkan diri dari
filsafat. Dengan demikian, agama ternyata termasuk objek materia filsafat
yang tidak dapat diteliti oleh sain. Objek materia filsafat jelas lebih luas
dari objek materi sain.[2]
Perbedaan itu sebenarnya disebabkan oleh sifat penyelidikan. Penyelidikan
filsafat yang dimaksud di sini adalah penyelidikan yang mendalam, atau
keingintahuan filsafat adalah bagian yang terdalam. Yang menjadi penyelidikan
filsafat agama adalah aspek yang terdalam dari agama itu sendiri.
Sedangkan para tokoh Islam juga
berpendapat adanya hubungan antara filsafat dan agama. Abu Hayyan Tauhidi,
dalam kitab al-Imtâ' wa al-Muânasah, berkata, "Filsafat dan syariat
(agama) senantiasa bersama, sebagaimana syariat dan filsafat terus
sejalan, sesuai, dan harmonis". Abul Hasan 'Amiri, dalam pasal kelima kitab
al-Amad 'ala al-Abad, juga menyatakan, "Akal mempunyai kapabilitas
mengatur segala sesuatu yang berada dalam cakupannya, tetapi perlu diperhatikan
bahwa kemampuan akal ini tidak lain adalah pemberian dan kodrat Tuhan. Sebagaimana
hukum alam meliputi dan mengatur alam ini, akal juga mencakup alam jiwa dan
berwenang mengarahkannya. Tuhan merupakan sumber kebenaran yang meliputi secara
kodrat segala sesuatu.
Cakupan kodrat adalah satu cakupan
dimana Tuhan memberikan kepada suatu makhluk apa-apa yang layak untuknya.
Dengan ini, dapat kesimpulan bahwa alam natural secara esensial berada dalam
ruang lingkup hukum materi dan hukum materi juga secara substansial mengikuti
jiwa, dan jiwa berada di bawah urusan akal yang membawa pesan-pesan Tuhan. Hal
itu menunjukkan jika filsafat dan agama terdapat hubungan yang saling terkait
satu dengan yang lainnya.
Tidaklah terlalu asing orang mengatakan bahwa pembahasan filsafat terhadap
agama tidak menambah keyakinan atau tidak meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan.
Ini bisa berarti bahwa pembahasan agama secara filosofis tidak perlu dan usaha
itu adalah sia-sia. Tetapi perlu diingat bahwa pembahasan agama dengan kacamata
filsafat bertujuan untuk menggali kebenaran ajaran-ajaran agama tertentu atau
paling tidak untuk mengemukakan bahwa hal-hal yang diajarkan dalam agama tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip logika. Sehingga dari sanalah diketahui
bahwa terdapat hubungan erat antara filsafat dan agama.
B.
PERBEDAAN FILSAFAT DAN AGAMA
Adapun titik perbedaanya adalah
sebagai berikut :
·
Ilmu dan filsafat adalah hasil dari sumber yang sama
yaitu : ra’yu (akal, budi, ratio, reason, nous, rede, ver nunft) manusia.
Sedangkan agama bersumber dari Wahyu Allah.
·
Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyeledikan,
pengalaman (empiri) dan percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian. Filsafat
menghampiri kebenaran dengan cara mengelanakan atau mengembarakan akal budi
secara redikal (mengakar), dan integral (menyeluruh) serta universal
(mengalam), tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali ikatan tangannya
sendiri yang disebut ’logika’ Manusia dalam mencari dan menemukan kebenaran
dengan dan dalam agama dengan jalan mempertanyakan berbagai masalah asasi dari
suatu kepada kitab Suci, kondifikasi Firman Allah untuk manusia di permukaan
planet bumi ini. Kebenaran ilmu pengetahuan ialah kebenaran positif, kebenaran
filsafat ialah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara
empiri, riset, eksperimen). Kebenaran ilmu pengetahuan dan filsafat keduanya
nisbi (relatif). Dengan demikian terungkaplah bahwa manusia adalah mahluk
pencari kebenaran. Di dalam mencari, menghampiri dan menemukan kebenaran itu
terdapat tiga buah jalan yang ditempuh manusia yang sekaligus merupakan
institut kebenaran yaitu : Ilmu, filsafat dan Agama.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat diketahui
bahwa filsafat dan agama adalah dua pokok persoalan yang berbeda, namun
memiliki hubungan. Agama banyak berbicara tentang hubungan antara manusia
dengan Yang Maha Kuasa, sedangkan filsafat seperti yang dikemukakan di atas
bertujuan menemukan kebenaran. Jika kebenaran yang sebenarnya itu mem-punyai
ciri sistematis, jadilah ia kebenaran filsafat. Isi filsafat itu ditentukan
oleh objek apa yang dipikir-kan, jadi dalam hal ini hubungan filsafat dengan agama adalah agama sebagai
objek kajian filsafat.
B. SARAN
Dari penulisan
makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dari segi penulisan
maupun isi dari makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
PENUTUP
H.A. Dardiri.1986.
Filsafat dan Logika, Jakarta :
Rajawali Press.
Ahmad Tafsir.
1994. Filsafat Umum. Bandung : Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar