A. PENGERTIAN ISTINJA’
Apa yang dimaksud dengan istinja’? Istinja’ adalah menghilangkan sesuatu
yang keluar dari dubur dan qubul dengan menggunakan air yang suci lagi
mensucikan atau batu yang suci dan benda-benda lain yang menempati kedudukan
air dan batu.
B. MACAM-MACAM ISTINJA’
1.
Istinja’ dengan menggunakan air
Air adalah seutama-utama alat bersuci, karena ia lebih dapat
mensucikan tempat keluarnya kotoran yang keluar dari dubur dan qubul,
dibandingkan dengan selainnya. Berkaitan dengan orang-orang yang bersuci dengan
menggunakan air, Alloh Ta’ala menurunkan firman-Nya:
“Janganlah kamu sholat dalam masjid itu
selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (Masjid
Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalam
masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Sesungguhnya Alloh
menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. at Taubah :108)
Berkata Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu: “Mereka istinja’
dengan menggunakan air, maka turunlah ayat ini di tengah-tengah mereka.” (Hadits
shohih riwayat Abu Dawud)
2.
Istinja’ dengan menggunakan batu
Istinja’ dengan menggunakan batu, kayu, kain dan segala benda yang
menempati kedudukannya-yang dapat membersihkan najis yang keluar dari dibur dan
qubul-diperbolehkan menurut kebanyakan ulama. Salman al-Farisi radhiallahu
‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam melarang kami dari istinja’
dengan menggunakan kotoran binatang dan tulang.” (HR. Muslim)
Pengkhususan larangan pada benda-benda tersebut menunjukkan bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam membolehkan istinja’ dengan menggunakan
batu dan benda-benda lain yang dapat membersihkan najis yang keluar dari dubur
dan qubul. Kapan seseorang dikatakan suci ketika menggunakan batu dan
selainnya? Seseorang dikatakan suci apabila telah hilang najis dan basahnya
tempat disebabkan najis, dan batu terakhir atau yang selainnya keluar dalam
keadaan suci, tidak ada bekas najis bersamanya.
Beristinja’ dengan menggunakan batu dan selainnya tidaklah mencukupi
kecuali dengan menggunakan tiga batu. Salman al Farizi radhiallahu ‘anhu
berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam melarang kami dari istinja’
dengan menggunakan tangan kanan atau kurang dari tiga batu.” (HR. Muslim)
3.
Istinja’ dengan tulang dan benda dimuliakan
Seseorang tidaklah diperbolehkan istinja’ dengan menggunakan tulang,
sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits Salman radhiallahu ‘anhu di
atas. Mengapa dilarang istinja’ dengan tulang? Ulama mengatakan illah (sebab)
dilarangnya istinja’ dengan menggunakan tulan ialah:
·
Apabila tulang untuk istinja’ berasal dari
tulang yang najis, tidaklah ia akan membersihkan tempat keluarnya najis
tersebut, justru semakin menambah najisnya tempat tersebut.
·
Apabila bersal dari tulang yang suci lagi halal,
maka ia merupakan makanan bagi binatang jin, dan harus kita muliakan dan kita
hormati. Dalam hadits riwayat Muslim dari jalur Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Janganlah kalian
istinja’ dengan menggunakan kotoran binatang dan tulang, sebab ia merupakan
bekal saudara kalian dari kalangan jin.”
Berdasarkan illah (sebab) yang disebutkan di atas, maka dikiaskan
kepadanya makanan manusia dan binatang, karena bekal manusia dan kendaraannya
harus lebih dihormati. Dan sedemikian juga segala benda yang dituliskan di
dalamnya ilmu agama Islam, karena ia lebih mulia dari sekedar bekal fisik manusia,
terlebih lagi bila didalamnya tertulis al-Qur’an, sunnah dan nama-nama Alloh.
4.
Istinja’ dengan tangan kanan
Tidaklah diperbolehkan istinja’ dengan menggunakan tangan kanan, karena
tangan kanan dipergunakan untuk sesuatu yang mulia, berdasarkan kepada kaidah-kaidah
umum syari’at Islamiyyah dalam menggunakan tangan dan kaki.
Dan dalam masalah istinja’ ini, ada larang secara khusus dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam yang disampaikan oleh sahabat Salman al Farisi
radhiallahu ‘anhu, yakni: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam melarang
kami dari istinja’ dengan menggunakan tangan kanan atau kurang dari tiga batu.”
(HR. Muslim)
5.
Disunnahkan buang hajat di tempat yang jauh
dari manusia
Hal ini dimaksudkan agar uaratnya tidak dilihat oleh orang lain (ketika
buang hajat). Ini merupakan suatu adab dan sopan santun yang mulia, di dalamnya
terdapat penjagaan kehormatan seseorang, sebagaimana telah dimaklumi.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sebagai suri tauladan utama kita, telah
mencontohkan hal ini, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh sahabat Jabir bin
Abdullah radhiallahu ‘anhuma:” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam pergi
sehingga tidak terlihat oleh kami, lalu menunaikan hajatnya.” (HR. Bukhari,
Muslim)
Namun apabila seseorang buang hajat di tempat tertutup, sehingga tidak
ada seorang pun yang bisa melihatnya, maka hal itu telah mencukupinya, karena
telah didapatkan maksud dari menjauhkan diri dari manusia, yaitu agar auratnya
tidak dilihat oleh orang lain (ketika buang hajat).
6.
Memilih tempat empuk untuk buang air kecil
Bilamana seseorang melakukan buang air kecil di tanah lapang atau padang
pasir, maka hendaknya ia memilih tempat yang empuk, agar air kencingnya tidak
terpercik kembali ke anggota tubuhnya sehingga ternajisi oleh kencing tersebut.
Kalau seseorang mengatakan: Bukankah asalnya tidak ada percikan air
kencing ke tubuh, mengapa kita harus menjaga diri seperti ini?
Jawab: Karena hal ini tentu saja lebih menyelamatkan diri orang yang
buang air kecil. Lagi pula, kencing di tempat yang cadas, terkadang akan
membuka pintu was-was. Maksudnya, dia akan terhinggapi rasa takut terkena
percikan air kencing, lalu semakin bertambah perasaan tersbeut dan kemudian
berubah menjadi was-was, yang tidaklah mengetahui akibat dan kesudahannya
kecuali Alloh. Semoga Alloh menyelamatkan kita dari was-was.
7.
Kapan membaca do’a masuk tempat buang air
Ketika seseorang hendak masuk ke WC atau tempat yang dipersiapkan untuk
buang air besar atau bunag air kecil, disunnahkan untuk membaca do’a masuk
tempat buang air. Jika seseorang bertanya: Bagaimana jika buang airnya di
tempat terbuka atau tanah lapang?
Jawab: Ulama mengatakan, jika seseorang buang air di tanah lapang atau
tempat terbuka, maka ia membaca do’anya ketika pada langkah terakhir sebelum
dia buang air atau ketika dia hendak duduk untuk buang air.
Allah, saya berlindung dari setan laki-laki dan setan
perempuan.”
Lafazh “bismillah” terambil dari hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi dalam Sunan-nya dengan derajat shohih.
Barangsiapa membaca “bismillah” maka ia terlindungi dari
pandangan jin, sebagaimana yang disebutkan hadits shohih riwayat Tirmidzi
(lihat at-Tirmidzi:602)
Ulama mengatakan:”Tempat buang air adalah tempat yang jelek dan tempat
yang jelek adalah tempat syaitan, karena itulah sangat tepat bilamana masuk
tempat tersebut disyari’atkan untuk meminta perlindungan terhadap Alloh Ta’ala
dari kejelekan syaitan laki-laki dan perempuan, agar tidak terkena gangguan
kejelekannya.”
8.
Hikmah do’a ketika keluar tempat buang air
Ketika seseorang keluar dari tempat buang air, disyari’atkan untuk
mengucapkan do’a:“Ya Alloh, aku memohon ampunan-Mu.” (HR.
Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dll)
Apa hikmah disyari’atkannya mengucapkan istighfar ketika keluar dari
tempat buang air?
Jawab: Ulama mengatakan, di antara hikmah yang paling nampak ialah ketika
seseorang diringankan dari kotoran dan gangguan fisik, ia teringat gangguan
dosa, lantas ia memohon agar Alloh Ta’ala meringankan dirinya dari gangguan dan
dosa yang dilakukannnya.
9.
Bila buang air menghadap matahari dan bulan
Sebagian ulama ahli fiqih berpendapat bahwa buang air dengan menghadap ke
matahari dan bulan-dalam rangka memuliakan keduanya-tidaklah diperkenankan.
Namun bila kita teliti lebih lanjut dan detail, tidaklah ada dalil yang
menunjukkan atas larangan ini. Berkata Ibnu Qayyim rahimahullah:”Tidaklah
dinukil satu kalimat pun yang berkaitan dengan hal ini, dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wassalam, baik dalam hadits dengan sanad shohih maupun dho’if, baik
mursal (seorang tabi’in meriwayatkan hadits secara langsung dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wassalam) ataupun muttashil (bersambung sanadnya) dari awal
sanad hingga sampai ke Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Dalam masalah
ini, tidaklah ada asalnya dalam syari’at.” (Hasyiah Roudh Murbi’ 1/134)
Adapun i’tiqod (keyakinan) orang awam bahwa bulan adalah wajah wanita,
tidak ada dalil yang menunjukkan kepada hal ini. Wallohu A’lam.
10.
Beberapa tempat yang dilarang untuk buang
air
Ada beberapa
tempat yang kita dilarang buang air padanya, di antaranya:
a.
Di tempat berteduh dan di jalan umum
Diharamkan
buang air besar dan kecil di tempat ini karena akan mengganggu orang yang
memanfaatkan tempat tersebut untuk berjalan ataupun berteduh. Alloh Ta’ala
berfirman:
“Dan
orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang
mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang
nyata.” (QS. al Ahzab:58)
Dan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Takutlah kalian
dari dua perkara yang menyebabkan laknat!” Para sahabat bertanya:”Wahai
Rasulullah, apa dua perkara yang menyebabkan laknat tersebut?” Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam menjawab: “Orang yang buang hajat di jalan manusia
dan tempat berteduh mereka.” (HR. Muslim)
b.
Di bawah pohon yang dimanfaatkan manusia
Hal ini karena akan mengganggu terhadap orang yang akan memanfaatkan
pohon tersebut, baik dalam hal memetik buah yang dapat di manfaatkan maupun
mengambil kayu atau dahannya; dan seorang muslim tidaklah boleh mengganggu
sesamanya, sebagaimana keumuman ayat 58 dari surat al-Ahzab di atas, dan juga
seorang muslim dilarang memudharatkan orang lain dan membalas kemudharatan
dengan kemudharatan yang semisalnya..
c.
Di sumber air
Hal ini karena mengotori sumber air tersebut dan bahkan bisa jadi akan
menajiskannya, jikalau najis yang keluar dari orang yang buang hajat tersebut
sampai kepada derajat mengubah rasa, warna, atau bau dari air yang ada di
sumber air tersebut. Di samping itu, buang air di tempat ini juga akan
mengganggu orang yang akan memanfaatkan sumber air tersebut; sedang seorang
muslim tidaklah boleh mengganggu sesamanya, sebagaimana keumuman ayat 58 dari
surat al-Ahzab di atas, dan juga seorang muslim dilarang memudharatkan orang
lain dan membalas kemudharatan dengan kemudharatan yang semisalnya.
Selain itu, kencing di sumber air merupakan salah satu hal yang dapat
menyebabkan laknat, sebagaimana disebutkan dalam hadits hasan yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Takutlah
kalian dari tiga perkara yang menyebabkan laknat!! Yaitu: buang air besar di
sumber air, jalan raya, dan tempat berteduh.”
d.
Di lubang
Seseorang ketika buang iar kecil di tanah lapang, dilarang melakukan
kencing di lubang tempat serangga atau binatang melata lainnya. Larangan disini
bersifat makruh, bukan haram, karena itulah ia menjadi diperbolehkan jikalau
berhajat kepadanya dan tidak ada tempat yang lain kecuali lubang tersebut.
Dasar dari larangan ini adalah:
·
Hadits Qotadah dari Abdullah bin Sirjis,
bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam melarang kencing di lubang.
Dikatakan kepada Qotadah: “Ada apa dengan lubang?” Beliau menjawab: “Dikatakan,
bahwa lubang adalah tempat tinggan bagi jin.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
·
Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
rahimahullah: “Hadits ini didho’ifkan oleh sebagian ulama dan dishohihkan oleh
sebagian yang lain. Dan paling rendahnya, hadits ini berderajat hasan, karena
para ulama menerimanya dan berhujjah dengannya.” (Syarh Mumthi 1/119)
·
Ditakutkan terdapat serangga dan hewan melata
lainnya yang bertempat tinggal di tempat tersebut dan kencing kita akan merusak
tempat tinggalnya atai ia akan keluar dan menyakiti kita, sedangkan kita sedang
kencing atau barangkali ia keluar secara tiba-tiba lalu kita menghindarinya dan
akhirnya kita tidak selamat dari percikan kencing kita atau yang lebih besar
dari pada hal itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar