Selasa, 01 Maret 2016

Copas Wigati Iswandhiari


Assalamualaikum...

Teluk Kuantan punya Kampung Inggris nich, obsesinya seperti Kampung Inggris Pare di Jawa Timur tentunya yach..
Nah dlm rangka promosi dan memperkenalkan "Kampung Inggris Beringin Taluk" sile upload photo Anda yg berlatar belakang photo corner kekinian gerbang Kampung Inggris..
Silahkan tag facebook Wigati IsYe dan Beringin Taluk. Dua photo dengan like terbanyak akan mendapatkan pulsa. Rentang waktu upload photo mulai 2 hingga 13 Maret 2016.
Yg merasa punya ikatan emosional dengan Kuantan Singingi silahkan di share

#promosikuansing #kuansingpict #riau

Kamis, 01 Oktober 2015

HIJAB DAN AKHLAK BAGI MUSLIMAH

Hal ini di jelaskan oleh Allah SWT dalam Surah Al-Ahzab Ayat 59:Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ’Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Hijab atau Jilbab merupakan salah satu penutup aurat wanita muslimah. Jilbab sering dikaitkan dengan akhlaq seseorang. Hingga hampir mencoreng kesucian hijab itu sendiri. Walau sebenarnya Hijab dan Akhlaq merupakan dua hal yang sangat berbeda.

Bagi Seorang muslimah, jilbab itu hukumnya WAJIB. Tidak ada tawar-menawar dalam hal ini. Namun, terkadang jilbab dijadikan tolak ukur perilaku seseorang. ”Dia berjilbab, tapi kelakuannya buruk”. Menurut saya, kenapa MENYALAHKAN jilbabnya? karena memakai jilbab sudah menutupi rambutnya dari pandangan kaum adam. Bukankah itu sudah menjalankan satu kewajiban.

Jika engkau berjilbab dan ada yang mempermasalahkan akhlaqmu, katakan pada mereka bahwa “Antara jilbab dan akhlaq adalah 2 hal yang sangat berbeda, Berjilbab adalah murni perintah Allah, wajib untuk wanita muslim yang telah baligh tanpa memandang akhlaqnya baik atau buruk, sedangkan akhlaq adalah budi pekerti yang tergantung pada pribadi masing-masing. Jika seorang wanita melakukan dosa atau pelanggaran, itu bukan karena jilbabnya namun karena akhlaqnya. “Yang berjilbab belum tentu berakhlaq mulia, namun yang berakhlaq mulia pasti berjilbab.


Jadi Jika ada seorang wanita berjilbab, tapi akhlaknya buruk. Berarti, wanita itu hanya sekedar ‘mengetahui‘ belum ‘memahami‘. Kita tidak boleh menyalahkan jilbabnya, karna itu kewajiban, sedangkan akhlak adalah kepribadiannya.

wallahualam bisshawab !!!!

Rabu, 16 September 2015

PENDEKATAN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING



A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif.Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional.
Untuk itu perlu mengetahui pendekatan-pendekatan yang dilakukan konselor kepada klien.
2.      Tujuan Penulisan
Untuk melengkapi tugas yang diberikan oleh Dosen Pembimbing dalam mata kuliah Bimbingan dan Konseling, Bapak Agusrianto, MA.






B.     PEMBAHASAN
PENDEKATAN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
1.      Pendekatan Konseling Rasional-Emotif
Teori Konseling Rasional Emotif dengan istilah lain dikenal dengan “rational-emotive therapy” yang dikembangkan oleh Albert Ellis, seorang ahli Clinical Psychology (Psikologi Klinis).[1]
Atas dasar pengalaman selama praktiknya dan kemudian dihubungkan dengan teori tingkah laku belajar, maka akhirnya Albert Ellis mencoba untuk mengembangkan suatu teori yang disebut “Rational Emotive Therapy”, dan selanjutnya popular dengan singkatan RET.
Tujuan dari RET Albert Ellis pada intinya adalah untuk mengatasi pikiran yang tidak logis tentang diri sendiri dan lingkungannya. Konselor/ terapis berusaha agar klien makin menyadari pikiran dan kata-katanya sendiri, serta mengadakan pendekatan yang tegas, melatih klien untuk bisa berfikir dan berbuat lebih realistis dan rasional.[2]
a.      Konsep Dasar Konseling Rasional-Emotif
1.      Ciri-ciri Konseling Rasional-Emotif
a)      Dalam menelusuri masalah klien yang dibantunya, konselor berperan lebih aktif dibandingkan dengan klien.
b)      Dalam proses hubungan konseling harus diciptakan dan dipelihara hubungan baik dengan klien.
c)      Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik ini dipergunakan oleh konselor untuk membantu klien mengubah cara berpikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.
d)     Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak terlalu banyak menelusuri kehidupan masa lampau klien.
e)      Diagnosis (rumusan masalah) yang dilakukan dengan konseling rasional-emotif bertujuan untuk membuka ketidaklogisan pola berpikir dari klien.[3]
2.      Hakikat Masalah Yang Dihadapi Klien
Hakikat masalah yang dihadapi klien dalam pendekatan konseling rasional-emotif itu muncul, disebabkan oleh ketidaklogisan klien dalam berfikir. Ketidaklogisan berpikir ini selalu berkaitan dan bahkan menimbulkan hambatan, gangguan atau kesulitan-kesulitan emosional dalam melihat dan mentafsirkan objek atau fakta yang dihadapinya.[4]
3.      Tujuan Konseling Rasional-Emotif
Tujuan utama dari konseling rasional-emotif ialah dan menunjukkan dan  menyadarkan klien bahwa cara berfikir yang tidak logis itulah yang menyebab gangguan emosionalnya. Atau dengan kata lain konseling rasional-emotif ini bertujuan membantu klien membebaskan dirinya dari cara berpikir atau ide-idenya yang tidak logis dan menggantinya dengan cara-cara yang logis.[5]

b.      Proses dan Teknik Konseling Rasional-Emotif
1)      Konselor berusaha menunjukkan  kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya yang tidak rasional.
2)      Konselor menyadarkan klien bahwa pemecahan masalah yang dihadapinya merupakan tanggung jawab sendiri.
3)      Konselor berperan mengajak klien menghilangkan cara berpikir dan gagasan yang tidak rasional.
4)      Konselor mengembangkan pandangan-pandangan yang realistis dan menghindarkan diri dari keyakinan yang tidak rasional.[6]

c.       Teknik-teknik Konseling Rasional-Emotif
1)      Teknik Pengajaran
Teknik ini memberikan keluasan kepada konselor untuk berbicara serta menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidaklogisan berpikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosional kepada klien.
2)      Teknik Konfrontasi
Konselor menyerang ketidaklogisan berpikir klien kea rah berpikir logis empiris.
3)      Teknik Persuasif
Yaitu meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya, karena pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar.
4)      Teknik Pemberian Tugas
Dalam teknik ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata.[7]

d.      Landasan Konseling Rasional-Emotif
1.      Pandangan Tentang Hakikat Manusia
Beberapa pandangan tentang hakikat manusia yang diajukan oleh Albert Ellis, yang mewarnai teori Rational-Emotive Therapy ialah sebagai berikut:
a)      Manusia dipandang sebagai makhluk yang rasional dan juga tidak rasional.
Pada hakikatnya manusia itu memiliki kecenderungan untuk berpikir yang rasional atau logis, di samping itu juga ia juga memiliki kecenderungan untuk berpikir tidak rasional atau tidak logis. Kedua kecenderungan yang dimiliki oleh manusia ini akan tampak dengan jelas dan tergambar dalam bentuk tingkah lakunya yang nyata. Dengan kata lain, dapat dijelaskan bahwa apabila seseorang telah berpikir rasional atau logis yang dapat diterima dengan akal sehat, maka orang itu akan bertingkah laku rasional dan logis pula. Tetapi sebaliknya apabila seseorang itu berpikir yang tidak rasional atau tidak bisa diterima akal sehat, maka ia menunjukkan tingkah laku yang tidak rasional. Pola berpikir semacam inilah oleh Ellis yang disebut sebagai penyebab bahwa seseorang itu mengalami gangguan emosional.
b)      Pikiran, perasaan, dan tindakan manusia adalah merupakan suatu proses yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
c)      Individu bersifat unik dan memiliki potensi untuk memahami keterbatasannya, serta potensi mengubah pandangan dasar dan nilai-nilai yang diterimanya secara tidak kritis.[8]

2.      Konsep-Konsep Dasar Teori Rasional-Emotif
Konsep dasar teori Rasional-Emotif ini mengikuti pola yang teliti, didasarkan pada teori A-B-C.
A = Activating Experience (pengalaman aktif) Ialah suatu keadaaan, fakta peristiwa, atau tingkah laku yang dialami individu.
B = Belief System (cara individu memandang sesuatu hal). Pandangan dan penghayatan individu terhadap A.
C = Emotional Consequence (akibat emosional). Akibat emosional atau reaksi individu positif atau negative.
                        Contoh:
                        Bahwa seseorang itu takut kepada sesuatu benda tertentu, misalnya: takut (phobia) melihat film-film horror, takut melihat gambar singa, takut melihat kapal terbang, dan sebagainya, disebabkan ada anggapan atau penghayatan terhadap sesuatu benda itu bersifat tidak rasional.
                        Bila disimak lebih mendalam dari teori A-B-C tersebut maka sasaran utama yang seharusnya diubah paling dini adalah aspek B, (Belief System), yakni bagaimana caranya seseorang itu memandang atau menghayati sesuatu yang tidak rasional.[9]





3.      Penerapan Teori Konseling Rasional-Emotif
Penerapan teori konseling rasional-emotif sangat ideal apabila diterapkan di sekolah, terutama oleh guru, konselor, atau guru pembimbing yang berwibawa.[10]

2.      Pendekatan Konseling Analisis Transaksional
Prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Eric Berne dalam analisis transaksional adalah upaya untuk merangsang rasa tanggung jawab pribadi atas tingkah lakunya sendiri, pemikiran yang logis, rasional, tujuan-tujuan yang realistis, berkomunikasi dengan terbuka, wajar, dan pemahaman dalam berhubungan dengan orang lain.
Secara historis analisis transaksional dari Eric Berne berasal dari psikoanalisis yang dipergunakan dalam konseling/terapi kelompok, tetapi kini telah dipergunakan pula secara meluas dalam konseling/ terapi individual.[11]
a.      Teori Kepribadian
1.      Struktur Kepribadian
Sumber0sumber dari tingkah laku bagaimana seseorang itu bisa melihat suatu realitas dan bagaimana mereka itu mengolah berbagai informasi serta bereaksi dengan dunia pada umumnya. Inilah yang kemudian oleh Eric Berne disebut sebagai Ego State (Status Ego). Dengan akata yang lebih sederhana istilah status ego dipergunakan untuk menyatakan suatu sistem perasaan dan kondisi pikiran serta berkaitan dengan pola-pola dari tingkah lakunya. status ego yang ada pada diri seseorang itu terbentuk berdasarkan pengalaman-pengalaman yang diperoleh seseorang yang masih membekas pada diri sejak masa kecil.
Menurut Eric Berne bahwa status ego seseorang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
1.      Orang tua (parent)
2.       Dewasa (adult)
3.      Anak (child)[12]
a)      Status ego orang tua
Bila seseorang merasa dan bertingkah laku seperti orang tua atau tokoh-tokoh terdahulu, maka ia dapatlah berada dalam status ego orang tua. Setiap orang mendapatkan berbagai bentuk pengalaman, sikap, serta pendapat dari orang tuanya masing-masing. Status ego orang tua itu dapat dilihat dengan nyata sebagaimana yang pernah dilihat oleh orang tua masing-masing, misalnya: membimbing, membantu, mengarahkan, menyayangi, menasihati, mengecam, mengomando, mendikte, dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam bentuk sifatnya, status ego orang tua dapat dilihat dari sifat orang tua, yaitu: orang tua penolong dan orang tua pengecam atau dapat pula disebut bersifat pengasuh dan pengatur.[13]
b)      Status ego dewasa
Status ego dewasa adalah bentuk tindakan seseorang yang didasarkan atas dasar pikiran yang rasional, logis, objektif, dan bertanggung jawab.[14]
c)      Status ego anak
Status ego anak adalah suatu tindakan dari seseorang yang didasarkan pada reaksi emosional yang spontan, reaktif, humor, kreatif, serta inisiatif.
Bentuk ego anak dapat berbentuk wajar apabila terlihat bahwa tingkah lakunya pada masa anak-anak yaitu: adanya ketergantungan pada orang lain, spontan, bebas, tidak mau kompromi, implusif serta agresif. Ada pula bentuk status ego anak yang sedang berkembang akan terlihat pada pola tingkah lakunya yang kreatif, penuh perasaan ingin tahu, fantastis, ada motif meraba, merasakan serta berbagai bentuk penemuan-penemuan yang baru, sedang bentuk status ego yang lain ialah adanya pengaruh tertentu dari orang tuanya.[15]

2.      Stroke
Dalam teori Eric Berne mengemukakan suatu istilah yang disebut stroke, kalau diterjemahkan bisa disebut dengan “tanda perhatian”.
a.       Stroke Positif (positive stroke)
Stroke positif adalah segala bentuk perhatian yang secara langsung dapat memperkuat motivasi dan kegairahan dalam kehidupan yang diperoleh seseorang dalam awal hidupnya.
b.      Stroke negatif (negative stroke)
Stroke negatif adalah suatu bentuk stroke (tanda perhatian) yang menunjukkan pandangan yang mengecewakan atau menyesali, pukulan, tamparan yang menyakiti fisik, acuh tak acuh dan sebagainya.
c.       Stroke bersyarat (conditional stroke)
Stroke bersyarat dapat diartikan sebagai suatu tanda perhatian yang diperoleh seseorang disebabkan ia telah melakukan sesuatu.
d.      Stroke tidak bersyarat (unconditional stroke)
Stroke tidak bersyarat atau dapat pula disebut tanda perhatian tidak bersyarat, merupakan tanda perhatian yang diperoleh seseorang tanpa dikenakan persyaratan tertentu (tanpa syarat apa pun).[16]

3.      Struktur Hunger
Eric Berne berpendapat bahwa kebutuhan seseorang untuk mengaddakan serangkaian transaksi bagi individu yang lainnya adalah bersumber pada suatu timulus atau sensation hunger, dan recognition hunger.
Setiap orang ingin mendapatkan kontak, baik fisik maupun psikis dengan orang lainnya dan setiap orang ingin untuk menggunakan waktunya sebaik-baiknya sepanjang hidupnya. Dalam analisis transaksional dari Eric Berne mengemukakan enam cara penggunaan waktu, diantaranya:
a.       Withdrawal (penarikan diri)
b.      Rituals
c.       Pastimes (pengisian waktu luang)
d.      Aktivitas
e.       Games
f.       Intimacy (keakraban)[17]

b.      Macam-macam Tipe Transaksi
Eric Berne dalam teori analisis transaksionalnya menyebutkan apa yang dikerjakan atau dikatakan pada orang lain disebut sebagai transaksi. Dalam analisis transaksional (TA) ini berusaha untuk menunjukkan rasa tanggung jawab pribadi atas tingkah lakunya, pemikiran yang rasional, tujuan-tujuan yang realistis, berkomunikasi secara terbuka, kepuasan dan kewajaran dalam mengadakan kontak dengan orang lain.
Dalam analisis transaksional, ada tiga macam tipe transaksi, di antaranya: (1) complementary (komplementer = senada), (2) Crossed (silang), dan (3) urterior (terselubung).[18]

c.       Konseling Analisis Transaksional
1.      Tujuan Konseling Analisis Transaksional
Menurut Eric Berne mengemukakan empat tujuan yang ingin dicapai dalam konseling analisis transaksional, yaitu:
a.       Konselor membantu klien yang mengalami kontaminasi (pencemaran) status ego yang berlebihan.
b.      Konselor berusaha membantu mengembangkan kapasitas diri klien dalam menggunakan semua status egonya yang cocok.
c.       Konselor berusaha membantu klien dalam mengembangkan seluruh status ego dewasanya.
d.      Tujuan akhir dari konseling adalah membantu klien dalam membebaskan dirinya dari posisi hidup yang kurang cocok serta menggantinya dengan rencana hidup yang baru atau naskah hidup (life script) yang lebih produktif.
2.      Proses dan Tteknik Konseling Analisis Transaksional
Berdasarkan keempat tujuan konseling di atas, kemudian dibuatlah suatu kontrak. Kontrak di antaranya konselor dank lien ini merupakan suatu cirri khas dalam usaha klien untuk mengadakan hubungan proses konseling analisis transaksional.
Dalam konseling yang menggunakan pendekatan analisis transaksional digunakan teknik tertentu. Teknik yang dipergunakan terdiri dari empat tahap. Tahap-tahap itu diantaranya: (a) Struktural, (b) Analisis transaksional, (c) Analisis naskah (script analisysis), dan (d)  Analisis mainan (game analysis).[19]



3.      Karakteristik Pendekatan Konseling Analisis Transaksional
Konselor analisis transaksional adalah individu yang lebih banyak berperan sebagai fasilitator dalam proses kelompok dan juga sebagai pemimpin yang memiliki keahlian dalam menganalisis status ego, transaksi, permainan, dan naskah hidup (life script). Di samping itu konselor juga harus memiliki kapasitas diri sendiri untuk mengadakan interaksi, komunikasi atau transaksi dengan klien secara terbuka, penuh kehangatan dan murni. Dan juga konselor harus memiliki kemampuan untuk membaca dan mengamati tingkah laku klien baik secara langsung maupun tidak langsung, baik verbal maupun non-verbal.[20]










C.    PENUTUP
1.      Kesimpulan
Teori Konseling Rasional Emotif dengan istilah lain dikenal dengan “rational-emotive therapy” yang dikembangkan oleh Albert Ellis, seorang ahli Clinical Psychology (Psikologi Klinis)Tujuan dari RET Albert Ellis pada intinya adalah untuk mengatasi pikiran yang tidak logis tentang diri sendiri dan lingkungannya.
Prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Eric Berne dalam analisis transaksional adalah upaya untuk merangsang rasa tanggung jawab pribadi atas tingkah lakunya sendiri, pemikiran yang logis, rasional, tujuan-tujuan yang realistis, berkomunikasi dengan terbuka, wajar, dan pemahaman dalam berhubungan dengan orang lain.
2.      Saran
Segala tegur sapa dari pembaca sekalian sangat kami harapkan untuk mencapai sebuah makalah yang benar dan sempurna, serta bernilai ibadah di sisi Allah swt.

Daftar Kepustakaan
Sukardi, MBA., MM.Drs. Dewa Ketut, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. (Jakarta: Rineka Cipta, 2008)


[1] Drs. Dewa Ketut Sukardi, MBA., MM., Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. (Jakarta: Rineka Cipta, 2008) hal.142
[2] ibid
[3] Ibid. hal. 143
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid. hal 145-146
[8] Ibid. 106-108
[9] Ibid. hal. 149-151
[10] Ibid. hal. 152
[11] Ibid.
[12] Ibid. 153
[13] Ibid. hal. 154-155
[14] Ibid.
[15] Ibid. hal. 157-158
[16]Ibid. hal. 158-159
[17] Ibid. hal. 159-162
[18] Ibid. hal. 165
[19] Ibid. hal. 170
[20] Ibid. hal 174


A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif.Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional.
Untuk itu perlu mengetahui pendekatan-pendekatan yang dilakukan konselor kepada klien.
2.      Tujuan Penulisan
Untuk melengkapi tugas yang diberikan oleh Dosen Pembimbing dalam mata kuliah Bimbingan dan Konseling, Bapak Agusrianto, MA.






B.     PEMBAHASAN
PENDEKATAN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
1.      Pendekatan Konseling Rasional-Emotif
Teori Konseling Rasional Emotif dengan istilah lain dikenal dengan “rational-emotive therapy” yang dikembangkan oleh Albert Ellis, seorang ahli Clinical Psychology (Psikologi Klinis).[1]
Atas dasar pengalaman selama praktiknya dan kemudian dihubungkan dengan teori tingkah laku belajar, maka akhirnya Albert Ellis mencoba untuk mengembangkan suatu teori yang disebut “Rational Emotive Therapy”, dan selanjutnya popular dengan singkatan RET.
Tujuan dari RET Albert Ellis pada intinya adalah untuk mengatasi pikiran yang tidak logis tentang diri sendiri dan lingkungannya. Konselor/ terapis berusaha agar klien makin menyadari pikiran dan kata-katanya sendiri, serta mengadakan pendekatan yang tegas, melatih klien untuk bisa berfikir dan berbuat lebih realistis dan rasional.[2]
a.      Konsep Dasar Konseling Rasional-Emotif
1.      Ciri-ciri Konseling Rasional-Emotif
a)      Dalam menelusuri masalah klien yang dibantunya, konselor berperan lebih aktif dibandingkan dengan klien.
b)      Dalam proses hubungan konseling harus diciptakan dan dipelihara hubungan baik dengan klien.
c)      Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik ini dipergunakan oleh konselor untuk membantu klien mengubah cara berpikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.
d)     Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak terlalu banyak menelusuri kehidupan masa lampau klien.
e)      Diagnosis (rumusan masalah) yang dilakukan dengan konseling rasional-emotif bertujuan untuk membuka ketidaklogisan pola berpikir dari klien.[3]
2.      Hakikat Masalah Yang Dihadapi Klien
Hakikat masalah yang dihadapi klien dalam pendekatan konseling rasional-emotif itu muncul, disebabkan oleh ketidaklogisan klien dalam berfikir. Ketidaklogisan berpikir ini selalu berkaitan dan bahkan menimbulkan hambatan, gangguan atau kesulitan-kesulitan emosional dalam melihat dan mentafsirkan objek atau fakta yang dihadapinya.[4]
3.      Tujuan Konseling Rasional-Emotif
Tujuan utama dari konseling rasional-emotif ialah dan menunjukkan dan  menyadarkan klien bahwa cara berfikir yang tidak logis itulah yang menyebab gangguan emosionalnya. Atau dengan kata lain konseling rasional-emotif ini bertujuan membantu klien membebaskan dirinya dari cara berpikir atau ide-idenya yang tidak logis dan menggantinya dengan cara-cara yang logis.[5]

b.      Proses dan Teknik Konseling Rasional-Emotif
1)      Konselor berusaha menunjukkan  kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya yang tidak rasional.
2)      Konselor menyadarkan klien bahwa pemecahan masalah yang dihadapinya merupakan tanggung jawab sendiri.
3)      Konselor berperan mengajak klien menghilangkan cara berpikir dan gagasan yang tidak rasional.
4)      Konselor mengembangkan pandangan-pandangan yang realistis dan menghindarkan diri dari keyakinan yang tidak rasional.[6]

c.       Teknik-teknik Konseling Rasional-Emotif
1)      Teknik Pengajaran
Teknik ini memberikan keluasan kepada konselor untuk berbicara serta menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidaklogisan berpikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosional kepada klien.
2)      Teknik Konfrontasi
Konselor menyerang ketidaklogisan berpikir klien kea rah berpikir logis empiris.
3)      Teknik Persuasif
Yaitu meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya, karena pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar.
4)      Teknik Pemberian Tugas
Dalam teknik ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata.[7]

d.      Landasan Konseling Rasional-Emotif
1.      Pandangan Tentang Hakikat Manusia
Beberapa pandangan tentang hakikat manusia yang diajukan oleh Albert Ellis, yang mewarnai teori Rational-Emotive Therapy ialah sebagai berikut:
a)      Manusia dipandang sebagai makhluk yang rasional dan juga tidak rasional.
Pada hakikatnya manusia itu memiliki kecenderungan untuk berpikir yang rasional atau logis, di samping itu juga ia juga memiliki kecenderungan untuk berpikir tidak rasional atau tidak logis. Kedua kecenderungan yang dimiliki oleh manusia ini akan tampak dengan jelas dan tergambar dalam bentuk tingkah lakunya yang nyata. Dengan kata lain, dapat dijelaskan bahwa apabila seseorang telah berpikir rasional atau logis yang dapat diterima dengan akal sehat, maka orang itu akan bertingkah laku rasional dan logis pula. Tetapi sebaliknya apabila seseorang itu berpikir yang tidak rasional atau tidak bisa diterima akal sehat, maka ia menunjukkan tingkah laku yang tidak rasional. Pola berpikir semacam inilah oleh Ellis yang disebut sebagai penyebab bahwa seseorang itu mengalami gangguan emosional.
b)      Pikiran, perasaan, dan tindakan manusia adalah merupakan suatu proses yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
c)      Individu bersifat unik dan memiliki potensi untuk memahami keterbatasannya, serta potensi mengubah pandangan dasar dan nilai-nilai yang diterimanya secara tidak kritis.[8]

2.      Konsep-Konsep Dasar Teori Rasional-Emotif
Konsep dasar teori Rasional-Emotif ini mengikuti pola yang teliti, didasarkan pada teori A-B-C.
A = Activating Experience (pengalaman aktif) Ialah suatu keadaaan, fakta peristiwa, atau tingkah laku yang dialami individu.
B = Belief System (cara individu memandang sesuatu hal). Pandangan dan penghayatan individu terhadap A.
C = Emotional Consequence (akibat emosional). Akibat emosional atau reaksi individu positif atau negative.
                        Contoh:
                        Bahwa seseorang itu takut kepada sesuatu benda tertentu, misalnya: takut (phobia) melihat film-film horror, takut melihat gambar singa, takut melihat kapal terbang, dan sebagainya, disebabkan ada anggapan atau penghayatan terhadap sesuatu benda itu bersifat tidak rasional.
                        Bila disimak lebih mendalam dari teori A-B-C tersebut maka sasaran utama yang seharusnya diubah paling dini adalah aspek B, (Belief System), yakni bagaimana caranya seseorang itu memandang atau menghayati sesuatu yang tidak rasional.[9]





3.      Penerapan Teori Konseling Rasional-Emotif
Penerapan teori konseling rasional-emotif sangat ideal apabila diterapkan di sekolah, terutama oleh guru, konselor, atau guru pembimbing yang berwibawa.[10]

2.      Pendekatan Konseling Analisis Transaksional
Prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Eric Berne dalam analisis transaksional adalah upaya untuk merangsang rasa tanggung jawab pribadi atas tingkah lakunya sendiri, pemikiran yang logis, rasional, tujuan-tujuan yang realistis, berkomunikasi dengan terbuka, wajar, dan pemahaman dalam berhubungan dengan orang lain.
Secara historis analisis transaksional dari Eric Berne berasal dari psikoanalisis yang dipergunakan dalam konseling/terapi kelompok, tetapi kini telah dipergunakan pula secara meluas dalam konseling/ terapi individual.[11]
a.      Teori Kepribadian
1.      Struktur Kepribadian
Sumber0sumber dari tingkah laku bagaimana seseorang itu bisa melihat suatu realitas dan bagaimana mereka itu mengolah berbagai informasi serta bereaksi dengan dunia pada umumnya. Inilah yang kemudian oleh Eric Berne disebut sebagai Ego State (Status Ego). Dengan akata yang lebih sederhana istilah status ego dipergunakan untuk menyatakan suatu sistem perasaan dan kondisi pikiran serta berkaitan dengan pola-pola dari tingkah lakunya. status ego yang ada pada diri seseorang itu terbentuk berdasarkan pengalaman-pengalaman yang diperoleh seseorang yang masih membekas pada diri sejak masa kecil.
Menurut Eric Berne bahwa status ego seseorang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
1.      Orang tua (parent)
2.       Dewasa (adult)
3.      Anak (child)[12]
a)      Status ego orang tua
Bila seseorang merasa dan bertingkah laku seperti orang tua atau tokoh-tokoh terdahulu, maka ia dapatlah berada dalam status ego orang tua. Setiap orang mendapatkan berbagai bentuk pengalaman, sikap, serta pendapat dari orang tuanya masing-masing. Status ego orang tua itu dapat dilihat dengan nyata sebagaimana yang pernah dilihat oleh orang tua masing-masing, misalnya: membimbing, membantu, mengarahkan, menyayangi, menasihati, mengecam, mengomando, mendikte, dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam bentuk sifatnya, status ego orang tua dapat dilihat dari sifat orang tua, yaitu: orang tua penolong dan orang tua pengecam atau dapat pula disebut bersifat pengasuh dan pengatur.[13]
b)      Status ego dewasa
Status ego dewasa adalah bentuk tindakan seseorang yang didasarkan atas dasar pikiran yang rasional, logis, objektif, dan bertanggung jawab.[14]
c)      Status ego anak
Status ego anak adalah suatu tindakan dari seseorang yang didasarkan pada reaksi emosional yang spontan, reaktif, humor, kreatif, serta inisiatif.
Bentuk ego anak dapat berbentuk wajar apabila terlihat bahwa tingkah lakunya pada masa anak-anak yaitu: adanya ketergantungan pada orang lain, spontan, bebas, tidak mau kompromi, implusif serta agresif. Ada pula bentuk status ego anak yang sedang berkembang akan terlihat pada pola tingkah lakunya yang kreatif, penuh perasaan ingin tahu, fantastis, ada motif meraba, merasakan serta berbagai bentuk penemuan-penemuan yang baru, sedang bentuk status ego yang lain ialah adanya pengaruh tertentu dari orang tuanya.[15]

2.      Stroke
Dalam teori Eric Berne mengemukakan suatu istilah yang disebut stroke, kalau diterjemahkan bisa disebut dengan “tanda perhatian”.
a.       Stroke Positif (positive stroke)
Stroke positif adalah segala bentuk perhatian yang secara langsung dapat memperkuat motivasi dan kegairahan dalam kehidupan yang diperoleh seseorang dalam awal hidupnya.
b.      Stroke negatif (negative stroke)
Stroke negatif adalah suatu bentuk stroke (tanda perhatian) yang menunjukkan pandangan yang mengecewakan atau menyesali, pukulan, tamparan yang menyakiti fisik, acuh tak acuh dan sebagainya.
c.       Stroke bersyarat (conditional stroke)
Stroke bersyarat dapat diartikan sebagai suatu tanda perhatian yang diperoleh seseorang disebabkan ia telah melakukan sesuatu.
d.      Stroke tidak bersyarat (unconditional stroke)
Stroke tidak bersyarat atau dapat pula disebut tanda perhatian tidak bersyarat, merupakan tanda perhatian yang diperoleh seseorang tanpa dikenakan persyaratan tertentu (tanpa syarat apa pun).[16]

3.      Struktur Hunger
Eric Berne berpendapat bahwa kebutuhan seseorang untuk mengaddakan serangkaian transaksi bagi individu yang lainnya adalah bersumber pada suatu timulus atau sensation hunger, dan recognition hunger.
Setiap orang ingin mendapatkan kontak, baik fisik maupun psikis dengan orang lainnya dan setiap orang ingin untuk menggunakan waktunya sebaik-baiknya sepanjang hidupnya. Dalam analisis transaksional dari Eric Berne mengemukakan enam cara penggunaan waktu, diantaranya:
a.       Withdrawal (penarikan diri)
b.      Rituals
c.       Pastimes (pengisian waktu luang)
d.      Aktivitas
e.       Games
f.       Intimacy (keakraban)[17]

b.      Macam-macam Tipe Transaksi
Eric Berne dalam teori analisis transaksionalnya menyebutkan apa yang dikerjakan atau dikatakan pada orang lain disebut sebagai transaksi. Dalam analisis transaksional (TA) ini berusaha untuk menunjukkan rasa tanggung jawab pribadi atas tingkah lakunya, pemikiran yang rasional, tujuan-tujuan yang realistis, berkomunikasi secara terbuka, kepuasan dan kewajaran dalam mengadakan kontak dengan orang lain.
Dalam analisis transaksional, ada tiga macam tipe transaksi, di antaranya: (1) complementary (komplementer = senada), (2) Crossed (silang), dan (3) urterior (terselubung).[18]

c.       Konseling Analisis Transaksional
1.      Tujuan Konseling Analisis Transaksional
Menurut Eric Berne mengemukakan empat tujuan yang ingin dicapai dalam konseling analisis transaksional, yaitu:
a.       Konselor membantu klien yang mengalami kontaminasi (pencemaran) status ego yang berlebihan.
b.      Konselor berusaha membantu mengembangkan kapasitas diri klien dalam menggunakan semua status egonya yang cocok.
c.       Konselor berusaha membantu klien dalam mengembangkan seluruh status ego dewasanya.
d.      Tujuan akhir dari konseling adalah membantu klien dalam membebaskan dirinya dari posisi hidup yang kurang cocok serta menggantinya dengan rencana hidup yang baru atau naskah hidup (life script) yang lebih produktif.
2.      Proses dan Tteknik Konseling Analisis Transaksional
Berdasarkan keempat tujuan konseling di atas, kemudian dibuatlah suatu kontrak. Kontrak di antaranya konselor dank lien ini merupakan suatu cirri khas dalam usaha klien untuk mengadakan hubungan proses konseling analisis transaksional.
Dalam konseling yang menggunakan pendekatan analisis transaksional digunakan teknik tertentu. Teknik yang dipergunakan terdiri dari empat tahap. Tahap-tahap itu diantaranya: (a) Struktural, (b) Analisis transaksional, (c) Analisis naskah (script analisysis), dan (d)  Analisis mainan (game analysis).[19]



3.      Karakteristik Pendekatan Konseling Analisis Transaksional
Konselor analisis transaksional adalah individu yang lebih banyak berperan sebagai fasilitator dalam proses kelompok dan juga sebagai pemimpin yang memiliki keahlian dalam menganalisis status ego, transaksi, permainan, dan naskah hidup (life script). Di samping itu konselor juga harus memiliki kapasitas diri sendiri untuk mengadakan interaksi, komunikasi atau transaksi dengan klien secara terbuka, penuh kehangatan dan murni. Dan juga konselor harus memiliki kemampuan untuk membaca dan mengamati tingkah laku klien baik secara langsung maupun tidak langsung, baik verbal maupun non-verbal.[20]










C.    PENUTUP
1.      Kesimpulan
Teori Konseling Rasional Emotif dengan istilah lain dikenal dengan “rational-emotive therapy” yang dikembangkan oleh Albert Ellis, seorang ahli Clinical Psychology (Psikologi Klinis)Tujuan dari RET Albert Ellis pada intinya adalah untuk mengatasi pikiran yang tidak logis tentang diri sendiri dan lingkungannya.
Prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Eric Berne dalam analisis transaksional adalah upaya untuk merangsang rasa tanggung jawab pribadi atas tingkah lakunya sendiri, pemikiran yang logis, rasional, tujuan-tujuan yang realistis, berkomunikasi dengan terbuka, wajar, dan pemahaman dalam berhubungan dengan orang lain.
2.      Saran
Segala tegur sapa dari pembaca sekalian sangat kami harapkan untuk mencapai sebuah makalah yang benar dan sempurna, serta bernilai ibadah di sisi Allah swt.

Daftar Kepustakaan
Sukardi, MBA., MM.Drs. Dewa Ketut, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. (Jakarta: Rineka Cipta, 2008)


[1] Drs. Dewa Ketut Sukardi, MBA., MM., Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. (Jakarta: Rineka Cipta, 2008) hal.142
[2] ibid
[3] Ibid. hal. 143
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid. hal 145-146
[8] Ibid. 106-108
[9] Ibid. hal. 149-151
[10] Ibid. hal. 152
[11] Ibid.
[12] Ibid. 153
[13] Ibid. hal. 154-155
[14] Ibid.
[15] Ibid. hal. 157-158
[16]Ibid. hal. 158-159
[17] Ibid. hal. 159-162
[18] Ibid. hal. 165
[19] Ibid. hal. 170
[20] Ibid. hal 174
v